Sekitar setahun lagi, Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, berlaku efektif. Sebagian guru menyoal peraturan tersebut. Sebab, dalam permenpan itu setiap naik golongan kepangkatan, guru wajib membuat artekel yang dimuat di media Massa.
Diantara yang mempersoalkan aturan tersebut, adalah guru-guru yang tergabung dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Kepala Bidang Pengembangan Profesi FSGI Ujang Subiatun menjelaskan, aturan yang mewajibkan para guru membuat artikel dan dimuat di media massa itu memberatkan guru.
"Apalagi selama ini, selama kuliah tidak diajarkan tentang menulis karya ilmiah popular," tandasnya di Jakarta kemarin (4/10). Ujang menjelaskan, selama ini kompetensi guru diantaranya adalah kompetensi pedagogik, sosial, dan professional.
Ujang lantas menjelaskan tentang ketentuan kenaikan pangkat guru yang diatur dalam Permenpan itu. Untuk guru dengan golongan kepangkatan III-a yang ingin naik menjadi III-b, wajib membuat tiga buah makalah yang berkaitan dengan bidang ajarnya.
Selanjutnya, ketentuan kenaikan dari III-b ke III-c, wajib menulis artikel dan dimuat di koran atau majalah yang resmi baik level nasional maupun lokal. Ketentuan seperti ini juga berlaku untuk usulan kenaikan golongan kepangkatan dari III-c ke III-d. Khusus untuk kenaikan dari III-d ke IV-a, guru wajib membuat penelitian dan hasilnya penelitian itu diterbitkan di jurnal yang memiliki ISSN (International Standard Serial Number) keluaran LIPI.
Diantara yang mempersoalkan aturan tersebut, adalah guru-guru yang tergabung dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Kepala Bidang Pengembangan Profesi FSGI Ujang Subiatun menjelaskan, aturan yang mewajibkan para guru membuat artikel dan dimuat di media massa itu memberatkan guru.
"Apalagi selama ini, selama kuliah tidak diajarkan tentang menulis karya ilmiah popular," tandasnya di Jakarta kemarin (4/10). Ujang menjelaskan, selama ini kompetensi guru diantaranya adalah kompetensi pedagogik, sosial, dan professional.
Ujang lantas menjelaskan tentang ketentuan kenaikan pangkat guru yang diatur dalam Permenpan itu. Untuk guru dengan golongan kepangkatan III-a yang ingin naik menjadi III-b, wajib membuat tiga buah makalah yang berkaitan dengan bidang ajarnya.
Selanjutnya, ketentuan kenaikan dari III-b ke III-c, wajib menulis artikel dan dimuat di koran atau majalah yang resmi baik level nasional maupun lokal. Ketentuan seperti ini juga berlaku untuk usulan kenaikan golongan kepangkatan dari III-c ke III-d. Khusus untuk kenaikan dari III-d ke IV-a, guru wajib membuat penelitian dan hasilnya penelitian itu diterbitkan di jurnal yang memiliki ISSN (International Standard Serial Number) keluaran LIPI.
Menurut Ujang, aturan penulisan artikel popular di koran dan majalah harus didahului dengan pemberian bekal terhadap guru yang ingin naik pangkat. Jika hal ini tidak dilakukan, maka bakal terjadi beragam cara untuk mengakali aturan tersebut.
Diantaranya, menyewa jasa ghost writer dengan imbalan tertentu. Selain itu, di daerah bakal berkembang koran-koran atau media cetak lain yang spesialis menampung artikel para guru. "Tentu media baru ini tidak melihat kualitas, asal muat saja. Dan mereka dapat komisi dari guru yang artikelnya dimuat," katanya.
Lebih parah lagi, aturan tentang menyusun penelitian dan hasilnya dimuat di jurnal ilmiah. Anggota Koalisi Pendidikan Jimmy Paat menuturkan, bakal berkembang praktek lebih kotor untuk pemuatan hasil penelitian ini.
"Jurnal ilmiah bisa dicincai (diakali, red)," tutur Paat. Saat ini, setingkat dosen saja masih kuwalahan ketika harus menyusun penelitian dan dipublikasikan di jurnal ilmiah. Yang ada, guru bakal membayar jutaan rupiah ke pengolola jurnal ilmuah, supaya hasil penelitiannya bisa dimuat.
Lebih lanjut Ujang menuturkan, imbas dari kebijakan baru untuk persyarakat kenaikan golongan kepangkatan ini bakal banyak guru yang pangkatnya jalan di tempat. Saat ini, dia mencatat ada 600 ribu guru se Indonesia yang golongan pangkatnya mentok di IV-a.
Dengan ketenuan menulis artikel di media massa, guru Agama Islam di SDN Pondok Kopi 6 Petang, Jakarta itu khawatir banyak guru yang pangkatnya mentok di golongan III-b. "Kasus ini mungkin terjadi. Selama tidak bisa membuat artikel dan dimuat di media massa, kan pangkatnya tidak bisa naik," papar guru IV-a itu.
Ujang menambahkan, selama ini selisih peningkatan gaji dari satu golongan ke golongan lainnya tidak terlalu besar. Selama masih di golongan III, peningkatan gaji pokok sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu. Peningkatan gaji pokok sedikit lebih besar sekitar Rp 100 ribu jika dari golongan kepangkatan III-d ke IV-a. Dengan selisih yang tipis ini, ditambah harus membuat artikel, Ujang memprediksi bakal muncul gerakan malas mengajukan kenaikan pangkat.
Sekretaris Jendral (Sekjen) FSGI Rento Listyarti menuturkan, sejak 2009 lalu aturan ini sudah disosialisasikan. Namun, dari laporan jaringan FSGI di daerah-daerah, masih belum ada upaya berarti untuk memberikan ilmu kepada guru tentang menulis artikel popular dan berpeluang di muat di media massa. Padahal, tambah aturan tersebut bakal mulai di jalankan untuk tahun pelajaran 2012-2013. (wan)
Diantaranya, menyewa jasa ghost writer dengan imbalan tertentu. Selain itu, di daerah bakal berkembang koran-koran atau media cetak lain yang spesialis menampung artikel para guru. "Tentu media baru ini tidak melihat kualitas, asal muat saja. Dan mereka dapat komisi dari guru yang artikelnya dimuat," katanya.
Lebih parah lagi, aturan tentang menyusun penelitian dan hasilnya dimuat di jurnal ilmiah. Anggota Koalisi Pendidikan Jimmy Paat menuturkan, bakal berkembang praktek lebih kotor untuk pemuatan hasil penelitian ini.
"Jurnal ilmiah bisa dicincai (diakali, red)," tutur Paat. Saat ini, setingkat dosen saja masih kuwalahan ketika harus menyusun penelitian dan dipublikasikan di jurnal ilmiah. Yang ada, guru bakal membayar jutaan rupiah ke pengolola jurnal ilmuah, supaya hasil penelitiannya bisa dimuat.
Lebih lanjut Ujang menuturkan, imbas dari kebijakan baru untuk persyarakat kenaikan golongan kepangkatan ini bakal banyak guru yang pangkatnya jalan di tempat. Saat ini, dia mencatat ada 600 ribu guru se Indonesia yang golongan pangkatnya mentok di IV-a.
Dengan ketenuan menulis artikel di media massa, guru Agama Islam di SDN Pondok Kopi 6 Petang, Jakarta itu khawatir banyak guru yang pangkatnya mentok di golongan III-b. "Kasus ini mungkin terjadi. Selama tidak bisa membuat artikel dan dimuat di media massa, kan pangkatnya tidak bisa naik," papar guru IV-a itu.
Ujang menambahkan, selama ini selisih peningkatan gaji dari satu golongan ke golongan lainnya tidak terlalu besar. Selama masih di golongan III, peningkatan gaji pokok sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu. Peningkatan gaji pokok sedikit lebih besar sekitar Rp 100 ribu jika dari golongan kepangkatan III-d ke IV-a. Dengan selisih yang tipis ini, ditambah harus membuat artikel, Ujang memprediksi bakal muncul gerakan malas mengajukan kenaikan pangkat.
Sekretaris Jendral (Sekjen) FSGI Rento Listyarti menuturkan, sejak 2009 lalu aturan ini sudah disosialisasikan. Namun, dari laporan jaringan FSGI di daerah-daerah, masih belum ada upaya berarti untuk memberikan ilmu kepada guru tentang menulis artikel popular dan berpeluang di muat di media massa. Padahal, tambah aturan tersebut bakal mulai di jalankan untuk tahun pelajaran 2012-2013. (wan)
Tingkat Golongan Kepangkatan Guru
a. Guru Pertama:
1. Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b;
b. Guru Muda:
1. Penata, golongan ruang III/c; dan
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c. Guru Madya:
1. Pembina, golongan ruang IV/a;
2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
d. Guru Utama:
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
Sumber: JPNN.COM (Permenpan Nomor 16 Tahun 2009).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !