Suatu hari seorang anak laki-laki
sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada
kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam
kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki
tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk
membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak
laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu
memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah
senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi?
Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut
tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang
sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia
mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang
mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa
mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi
perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga
jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap.
Itulah potret singkat tentang
pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu
tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja
mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good
Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang
baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita
sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya
malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak
berkembang. Memandulkan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat
mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil
melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Ada satu anekdot yang sering saya
sampaikan pada rekan saya, ataupun peserta seminar. Enak mana makan mie
instant dengan mie goreng seafood? Umumnya mereka yang suka mie pasti
tahu jika mie goreng seafood jauh lebih enak dari mie goreng instant
yang hanya bisa dimasak tidak kurang dari 3 menit. Apa yang membedakan
enak atau tidaknya dari masakan mie tersebut? Prosesnya!
Sama halnya bagi pembentukan karakter
seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah
atau guru (jika memprioritaskan hal ini) untuk mendidik anak menjadi
pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan
yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan
memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke
anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter
sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang
berbeda, disiplin dan memiliki integritas (ucapan dan tindakan sama)
terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses
ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita
komitmen pada proses pembentukan karakter.
Pada awal pembentukan karakter banyak
orangtua dan guru bertanya tentang bagaimana mendisiplinkan anak. Ada 6
proses disiplin yang kami bagikan melalui ebook gratis 6 Cara
Mendisiplinkan Anak, bagi anda yang belum memiliki ebook ini silahkan di
download gratis disini.
Nah, apakah disiplin saja cukup?
Bagaimana dengan proses membentuk karakter yang lain? Pada 1 Desember
2011 kemarin, kami menerbitkan ebook 7 Hari Membentuk Karakter Anak. Di
ebook ini akan diungkap hal-hal yang sangat jarang diketahui oleh para
orangtua dan guru, tentang bagaimana mendidik anak agar tumbuh bahagia
dan berkarakter. Disamping itu bukan hanya anak tetapi ebook ini juga
memberikan pengarahan bagi orangtua dan guru agar sadar membentuk
karakter mereka secara mandiri.
Kembali ke pembentukan karakter, ingat
segala sesuatu butuh proses. Mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang
nakal itu juga anak yang disiplin lho. Tidak percaya? Dia disiplin
untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi
selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib
tidak menggunakan seragam lengkap.
Ada satu kunci untuk menanamkan
kebiasaan, ada hukumnya dan hukum itu bernama hukum 21 hari, dalam
pembentukan karakter erat kaitannya dengan menciptakan kebiasaan yang
baru yang positif. Dan kebiasaan akan tertanam kuat dalam pikiran
manusia setelah diulang setiap hari selama 21 hari. Misalnya Anda
biasakan anak sehabis bangun tidur untuk membersihkan tempat tidurnya,
mungkin Anda akan selalu mengingatkan dan mengawasi dengan kasih sayang
(wajib, dengan kasih sayang) selama 21 hari. Tetapi setelah lewat 21
hari maka kebiasaan itu akan terbentuk dengan otomatis. Nah, kini
kebiasaan positif apa yang hendak anda tanamkan kepada anak, pasangan
dan diri Anda? Anda sudah tahu caranya dan tinggal melakukan saja.
Sukses dalam karakter yang terus diperbarui.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !